Yang membabat adalah sepasang suami istri: H. Tohir (Ki Agung Asro) dari Demak, Jawa Tengah, dan Siti Roisah dari Desa Sambiroto, Mojokerto, dibantu lima pengikut.
Penamaan berasal dari banyaknya ‘kedung’ (goa di dasar sungai) yang dilintasi sungai besar, serta ikan ‘papar’ yang hidup di dalamnya, sehingga disebut Kedungpapar.
Beliau dikaruniai 13 anak. Sekitar tahun 1865 M, H. Tohir menyerahkan kepemimpinan kepada putra sulungnya, Munsero.